Meskipun gempa susulan yang terjadi pada pukul 23.12 WIB tersebut tidak berpotensi tsunami, tetapi warga Paranggupito merasa waswas. Mengingat sebelumnya pada Rabu (2/9), gempa berkekuatan 7,3 skala Richter mengguncang Jawa. Menurut Kepala Desa Paranggupito, Suprihono, karena kondisi alam masih labil dan beberapa kali terjadi gempa, pihaknya melarang nelayan melaut maupun memasang jaring di areal pantai. “Saya sudah memantau keadaan pantai dan laut, saya minta nelayan tidak melaut dulu,” jelas dia ketika dihubungi Espos, Selasa (8/9).
Dia mengatakan, pada saat gempa sepekan lalu, kondisi air laut mulai pasang surut dan tidak menentu, sehingga nelayan tidak berani melaut. Menurutnya, setelah beberapa hari, gelombang air laut sempat normal yakni di kisaran satu meter hingga dua meter, sejumlah nelayan pun sudah kembali melaut. Karena bukan musim panen lobster, sambung dia, jumlah nelayan cenderung menurun.
Menurutnya, akibat gempa susulan itu, gelombang air laut naik menjadi 3 meter dari posisi normal. Untuk itu, nelayan diperbolehkan kembali melaut apabila gelombang sudah normal. ”Saya wanti-wanti nelayan, gelombang tinggi berbahaya jika memaksakan diri untuk melaut,” papar dia.
Sementara itu, menurut salah seorang warga Wonogiri, Tukidi, pada saat terjadi gempa, warga berhamburan ke luar rumah untuk mencari tempat yang lapang sembari memukul kentungan tanda waspada terjadi gempa.
Meskipun tidak terdapat laporan kerusakan, Kabid Perlindungan Masyarakat (Linmas) Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Wonogiri, Jiyono, mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap gempa. “Jangan berlindung di bawah meja atau tempat tidur, karena rawan terjadi reruntuhan akibat gempa.” - Oleh : das
Tidak ada komentar:
Posting Komentar