Menurut DPRD Wonogiri, Sutarno, beberapa waktu lalu pihaknya melakukan peninjauan ke lokasi pembangunan museum tersebut. Dia mengatakan, pembangunan fisik museum tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Menurutnya, pembangunan fisik dengan anggaran miliaran rupiah tidak sebagaimana mestinya, dinding penahan panas terbuat dari gipsum sementara lantainya sudah rusak.
”Museum tersebut belum rampung dibangun, tetapi melihat pengerjaannya, terkesan asal-asalan,” jelas dia ketika dijumpai Espos, Senin (4/5).
Dia mempertanyakan apakah pembangunan museum tersebut sesuai dengan perencanaannya. Selain itu, dia mempertanyakan bahan material dalam pembangunan tersebut apakah sesuai dengan ketentuan atau tidak. Hasil pemantauannya, material yang digunakan dalam pembangunan museum tersebut bermutu rendah.
”Dana alokasi APBN untuk Museum Karst tidak sedikit dan menyentuh angka puluhan miliar rupiah, namun dilihat hasil bangunan fisiknya tampak bahan material yang digunakan bermutu rendah,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan anggota Dewan lainnya, Setyo Sukarno. Dia menyatakan, dengan alokasi dana miliaran rupiah, tentu bahan material maupun desain bangunan telah disesuaikan. Namun, pihaknya meragukan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan desain. ”Baik dari fondasi bangunan hingga penggunaan material, kualitasnya diragukan,” jelas dia.
Proyek fisik
Sementara itu ketika dijumpai Espos, Rabu (6/5), Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Wonogiri, Sukaryo, menyatakan pihaknya beberapa waktu lalu memberikan surat perintah tugas (Sprintug) kepada tim untuk pengumpulan data (Puldata) terkait pembangunan Museum Karst tersebut. Dia mengatakan, Sprintug tersebut akan diperbarui. Sebelumnya tim yang ditugaskan hanya tiga orang namun pihaknya akan melibatkan jaksa dari Pidana Umum dan Intelijen.
“Spintug akan diperbarui dan menambahkan beberapa orang di antaranya dari Pidana Umum maupun Intelijen,” jelasnya di ruang kerjanya.
Terkait dengan dugaan penyimpangannya, sambung dia, hasil pengumpulan data dari tim mengarah pada proyek pembangunan fisik. Selain itu, indikasi markup ataupun kesalahan pembangunan proyek masih dalam pengusutan data. “Dari penggunaan tanah penduduk, markup ataupun sejumlah nota kerja yang fiktif, kami masih mengumpulkan data,” jelasnya. - Oleh : Dina Ananti Sawitri S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar