Rabu, 19 Januari 2011

Wonogiri 10 besar terbanyak anak Balita bergizi buruk

Wonogori (Espos)–Jumlah bayi di bawah lima tahun (Balita) penderita gizi buruk berdasarkan laporan Posyandu pada akhir Desember 2010 lalu mencapai 619 anak. Sementara 1.960 Balita lainnya berstatus kurang gizi. Dengan jumlah itu, Wonogiri masuk 10 besar kabupaten/kota dengan angka gizi buruk tertinggi di Jateng.

Data yang diperoleh Espos dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri, jumlah anak Balita yang datang ke Posyandu setiap bulannya mencapai 55.000-an anak. Dari jumlah itu, angka gizi buruk di Wonogiri tercatat sebanyak 4,63%. Angka tersebut turun dibandingkan data akhir 2009 lalu 4,76%. Kendati demikian, dibandingkan 34 kabupaten/kota lainnya di Jateng, Wonogiri masih masuk 10 besar tertinggi.

“Berdasarkan data Posyandu, angkanya memang segitu. Tapi setelah divalidasi berdasarkan rumus berat badan (BB) dibagi umur (U), penderita gizi buruk hanya 317 Balita. Sedangkan jika menggunakan rumus berat badan (BB) dibagi tinggi badan (TB), jumlahnya hanya 45 Balita di seluruh Wonogiri,” ungkap staf Seksi Kesejahteraan Keluarga dan Gizi Dinkes, Kristiana TW, mewakili Kepala Dinkes, AUG Jarot Budiharso, saat ditemui wartawan, Rabu (19/1).

Penyebab gizi buruk atau gizi kurang kata Kristiana, bisa karena beberapa faktor, di antaranya berat bayi lahir rendah (BBLR), pola asuh dan pola makan, penyakit, dan kondisi ekonomi.

Sebelumnya, saat hearing di Komisi D DPRD, Selasa (18/1), Kepala Dinkes, AUG Jarot mengungkapkan salah satu penyebab spesifik di Wonogiri di antaranya karena banyak anak Balita yang ditinggal merantau oleh ibunya dan pengasuhannya diserahkan kepada kerabatnya. Hal ini mempengaruhi pola asuh anak.

Wakil Ketua Komisi D DPRD, Ngadiyono, didampingi Wakil Ketua DPRD, Tinggeng menilai angka gizi buruk yang dibeberkan oleh Dinkes tersebut meragukan. Mereka meyakini jumlah penderita gizi buruk di Wonogiri lebih banyak dibandingkan yang tercatat. Pasalnya, mereka mengaku mengetahui beberapa bidan terutama di daerah pinggiran yang mendata tanpa terjun langsung ke lapangan.

“Kami sangat berharap data ini benar-benar valid sehingga langkah-langkah kebijakan yang ditempuh untuk penanganannya juga tepat. Tapi kami sering mendapati bidan yang mendata secara karena malas turun ke lapangan,” ungkap Ngadiyono.

Tinggeng menambahkan apa yang dikatakan Ngadiyono seperti pengalamannya sendiri benar adanya. Karena itu dia berharap setelah ini tenaga bidan desa mengoptimalkan kinerja dalam rangka penanganan gizi buruk yang lebih efektif.

“Kalau data validasi Dinkes ini memang benar, itu bagus karena berarti jumlahnya sedikit. Tapi saya kok masih agak ragu. Jadi mohon ke semua bidan agar selalu terjun langsung ke lapangan saat mendata,” kata wakil ketua DPRD bidang kesejahteraan rakyat itu.

shs

Selasa, 18 Januari 2011

Bayi super besar lahir berbobot 6 kg


Wonogiri (Espos)–Bayi laki-laki di ruang perawatan bayi risiko tinggi (Risti) RS Anak Astrini, Wonogiri, Minggu (16/1) pagi itu tak banyak bergerak. Matanya terpejam rapat, hanya berupa garis di atas pipi super tembam berwarna merah muda seperti sepasang buah apel. Selang oksigen terpasang di lubang hidungnya, sementara napasnya sangat cepat, nyaris tersengal.

Melihat ukuran dan bobotnya yang mencapai 5,7 kg, orang mungkin akan terkecoh, mengira bayi ini sudah berumur tiga atau empat bulan. Padahal, usia anak keempat pasangan Wiyono dan Mulyati, warga RT 4/RW 5 Desa Sempukerep, Kecamatan Sidoharjo, kemarin pagi baru sekitar 24 jam.

Bayi ini lahir melalui operasi caesar di RS Bersalin Fitri Chandra yang terletak bersebelahan dengan RS Anak Astrini, Sabtu (15/1) pagi, dengan bobot 6 kg, atau sekitar dua kali bobot normal bayi baru lahir.

“Waktu dirujuk ke sini kemarin pagi (Sabtu), bobotnya memang 6 kg, tapi pagi ini (Minggu) kami timbang lagi bobotnya 5,7 kg. Kondisinya bagus dan seluruh organ vital maupun fisiknya lengkap. Di lihat dari usia kehamilan ibunya juga sudah mencukupi,” ungkap dokter jaga di RS Anak Astrini, dr Celly Septiana, saat ditemui wartawan, Minggu.

Menurut dr Celly, bayi lahir berukuran besar bukan hal yang aneh jika sang ibu penderita gula darah tinggi atau diabetes melitus. Sedangkan ibu bayi tersebut, Mulyati, menurut hasil pemeriksaan laboratorium, gula darahnya normal.

“Hanya memang kabarnya, tiga anak sebelumnya juga lahir dengan ukuran besar, tapi tidak sebesar yang terakhir ini. Waktu mau melahirkan si ibu kejang, tekanan darah tinggi dan bengkak kaki sehingga langsung disarankan operasi,” terang dr Celly.

Kelahiran bayi yang belum diberi nama itu memang membuat pasangan Wiyono-Mulyati bahagia. Namun kebahagiaan pasangan ini dibayang-bayangi kekhawatiran.

“Ya tetap khawatir, wong bobotnya waktu lahir sangat besar. Takut kalau ada yang tidak beres. Saya hanya bisa berdoa semoga semuanya baik-baik saja,” ujar Wiyono, saat ditemui di sela-sela menunggui isterinya di RS Bersalin Fitri Chandra.

Wiyono yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu mengatakan tidak ada gejala yang aneh selama kehamilan isterinya. Dengan berat badan isterinya yang mencapai 86 kg, awalnya kehamilan itu tidak tampak dan baru diketahui setelah usia kehamilan lima bulan. Pola makannya pun normal, bahkan dikatakan Wiyono, istrinya agak kesulitan makan selama hamil.

“Cuma kok sebulan menjelang kehamilan, badan istri saya makin besar dan makin besar hingga mencapai 100 kg. Ini benar-benar di luar dugaan. Tiga anak saya sebelumya juga lahir besar tapi tidak sebesar ini,” katanya.

Ditambahkan salah satu kerabatnya, Sarwanto, anak pertama Wiyono-Mulyati yang berumur 18 tahun, kini berbobot 90 kg. “Tapi seingat saya, anak pertama sampai ketiga, waktu lahir beratnya hanya 3-4 kg,” imbuhnya.

shs

IBI gelar seminar penurunan AKI dan AKB

Wonogiri (Espos)–Sedikitnya 640 bidan, dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anak serta mahasiswa akademi kebidanan mengikuti seminar tentang upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang digelar Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Wonogiri di Gedung Giri Wahana Kompleks GOR Giri Mandala, Wonogiri, Minggu (16/1).

Seminar tersebut menghadirkan master trainer dari Kementerian Kesehatan, Prof dr Suryo Hadijono SpOG Konsultan dan dibuka oleh Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Wonogiri, Sutanto Djosowiyatmo.

Ketua IBI Cabang Wonogiri, Hj Bayu Basuki, kepada Espos mengungkapkan seminar tersebut terselenggara bekerjasama dengan RS Medika Mulia dan bertujuan membantu pemerintah mewujudkan milenium development goals (MDGs) dalam hal penurunan AKI dan AKB secara komprehensif.

“Khusus untuk Wonogiri, AKI pada 2010 lalu mencapai 86,9 per 100.000 kelahiran hidup (KH), turun dibandingkan 2009 lalu yang mencapai 100,04 per 100.000 KH. Namun, untuk AKB ada kenaikan dari 9,5 per 1.000 KH pada 2009 menjadi 12,3 per 1.000 KH pada 2010,” ungkapnya.

shs

Panen hanya 10%, harga durian di Wonogiri tembus Rp 80.000/buah


Wonogiri (Espos)--Petani durian di sejumlah kecamatan penghasil di Wonogiri pada musim ini bisa dikatakan nyaris gagal panen. Di Slogohimo, produksi durian diperkirakan hanya 10% dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi yang tak jauh berbeda juga terjadi di Girimarto.

Hal ini mengakibatkan harga buah yang biasanya memang mahal itu semakin mahal. Para penyuka buah ini harus merogoh kantong hingga Rp 80.000 untuk mendapatkan satu buah durian kualitas bagus dan berukuran cukup besar. Sedangkan yang paling murah harganya Rp 30.000/buah.

“Tahun ini harga durian memang sangat mahal, karena barangnya juga sangat sulit didapat. Tahun lalu, harganya berkisar antara Rp 15.000-Rp 50.000/buah. Tapi tahun ini naik jadi Rp 30.000-Rp 70.000/buah, bahkan yang cukup besar dan bagus bisa mencapai Rp 80.000/buah,” ungkap Supar, salah seorang pedagang durian di Desa Kerjo Lor, Ngadirojo, saat ditemui wartawan, Selasa (18/1).

Namun demikian, Ny Supar menambahkan mahalnya harga durian itu tidak mengurangi minat orang untuk membeli. Kebanyakan mereka adalah para penggemar durian. Camat Slogohimo, Budi Susilo mengungkapkan di wilayahnya ada sedikitnya enam desa yang setiap musim memasok buah durian ke para pedagang. Namun, musim panen durian tahun ini pohon-pohon itu hampir tidak ada yang berbuah.

“Pohonnya tidak bisa berbunga karena terlalu banyak hujan. Kalaupun berbunga lebih banyak yang rontok. Hasil panen durian tahun ini paling banyak hanya 10%. Padahal biasanya sampai ratusan ton buah durian bisa dihasilkan dari wilayah ini,” jelas Budi.

Salah satu petani di Girimarto, Parno juga mengatakan hal senada. Di wilayahnya yang merupakan salah satu penghasil durian tahun ini melempem. Pohon durian yang berbuah bisa dihitung dengan jari. “Ya tidak heran kalau harganya jadi mahal, wong buahnya saja hampir tidak ada,” ungkap warga Desa Doho tersebut.

shs

Jumat, 14 Januari 2011

Pabrik pakaian dalam masih butuh 2.000-an Naker

Wonogiri (Espos)--Sebanyak 140 tenaga kerja (Naker) telah mendaftar ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Wonogiri untuk direkrut menjadi karyawan perusahaan garmen khusus pakaian dalam yang akan membuka pabrik di Kota Gaplek pada 2011 ini.

Jumlah tersebut masih jauh dari total Naker yang dibutuhkan pabrik garmen asal Bawen, Semarang, bernama PT Liebra Permana itu. Disnakertrans mengungkapkan pabrik pakaian dalam tersebut membutuhkan kurang lebih 2.500 Naker.

“Sementara ini yang sudah mendaftar langsung ke Disnakertrans berjumlah 140 orang, sebanyak 38 orang di antaranya sudah memiliki keterampilan dasar menjahit dan 102 orang belum memiliki keterampilan tapi punya motivasi untuk belajar dan siap bekerja,” ungkap Kepala Disnakertrans, Sri Wiyoso kepada wartawan, Kamis (13/1).

Sri Wiyoso mengharapkan kerja sama dan bantuan dari para camat, lurah dan kepala desa untuk menyosialisasikan dan menerima pendaftaran Naker dari wilayahnya. Sejauh ini, dari 25 kecamatan yang ada, baru Kecamatan Wonogiri yang melaporkan telah menerima pendaftaran sebanyak 600 Naker dari desa-desa dan kelurahan di wilayah itu. “Kami masih menunggu pendaftaran dari kecamatan-kecamatan lain,” imbuhnya.

Sementara itu, 140 Naker yang sudah mendaftar ke dinas, kemarin dikumpulkan untuk mendapatkan pengarahan mengenai rencana pelatihan yang akan dimulai pekan depan. Untuk tahap pertama sebanyak 20 orang dari 38 orang yang sudah memiliki keterampilan dasar menjahit akan mengikuti pelatihan di LPK Tri Karya, Wonogiri.

“Selain itu, kami juga sudah berkoordinasi dengan Balai Latihan Kerja (BLK) untuk ikut melatih para calon karyawan pabrik garmen tersebut. Sedangkan peralatan jahit untuk pelatihannya kami akan meminta pabrik itu mengirimkan beberapa perangkat ke sini,” terang Sri Wiyoso.

Ditanya kapan pabrik itu akan mulai beroperasi dan para karyawan itu akan mulai bekerja, Sri Wiyoso mengaku belum tahu pasti. Satu hal yang jelas, dia mengharapkan para Naker yang dibutuhkan oleh pabrik itu telah direkrut paling lambat akhir Februari 2011.

Sebagaimana diinformasikan, Bupati Wonogiri H Danar Rahmanto berhasil menggaet pabrik garmen khusus pakaian dalam asal Bawen, Semarang untuk berinvestasi dan mendirikan pabrik di Wonogiri. Pemkab telah menyiapkan lahan di tiga lokasi di Selogiri dan Wonogiri. Pemkab juga akan menyediakan Naker untuk bekerja di pabrik tersebut.

Beberapa waktu lalu, Danar mengatakan akan menyiapkan 600-an Naker untuk dilatih. Namun dalam perkembangannya, menurut informasi Disnakertrans, pabrik itu ternyata membutuhkan 2.500 Naker.

Naker yang dibutuhkan sebagai karyawan pabrik pakaian dalam itu disyaratkan berpendidikan minimal SMP dan diutamakan berjenis kelamin perempuan. Usianya berkisar antara 18-40 tahun.

shs

421 Km jalan di Wonogiri rusak

Wonogiri (Espos)–Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Wonogiri mencatat kerusakan jalan di berbagai penjuru wilayah setempat mencapai 41% atau setara 421,89 kilometer (km) dari total panjang jalan 1. 209 Km, tak termasuk kerusakan jalan poros desa.

Hal itu seperti diungkapkan Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga DPU Kabupaten Wonogiri, Hastoni, ditemui Espos di ruang kerjanya, Jumat (7/1). Dia mengatakan alokasi dana untuk perbaikan yang sangat terbatas mengakibatkan penanganan kerusakan jalan tak bisa berjalan sesuai harapan. “Data terakhir DPU, bulan delapan (Agustus-red) 2010 tercatat jalan yang kondisinya baik hanya 51% dari total panjang keseluruhan 1.029 Km. Sedangkan sisanya sekitar 41% dalam kondisi rusak, dengan kategori rusak ringan dan berat,” jelasnya dalam kesempatan itu di Kantor DPU.

Menurut Hastoni, untuk keperluan perawatan rutin dan berkala pada tahun 2011, Pemkab Wonogiri mengalokasikan dana sekitar Rp 3 miliar, meliputi perawatan rutin sekitar Rp 2,6 miliar dan sisanya Rp 400 juta untuk kegiatan perawatan berkala. Meski mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010, alokasi anggaran itu dinilai masih jauh dari mencukupi guna menangani semua kerusakan.

“Maunya semua yang rusak diperbaiki. Tetapi dengan terkendala dana konsekuensinya DPU harus buat skala prioritas. Tidak aneh jika kemudian jalur-jalur besar dan vital dulu yang ditangani dan jalan-jalan dengan urgensi lebih kecil menyusul. Semua kembali kepada persoalan dana,” tandasnya.

Hastoni juga menjelaskan, terkait penanganan jalan rusak, kegiatan tersebut dilaksanakan dengan anggaran dari pemerintah pusat atau APBN. Selain jalan lingkar kota (JLK), kata dia, ada tiga ruas jalan berbeda yang juga akan ditingkatkan kualitasnya. Ketiga lokasi jalan tersebut yaitu antara Karangtengah – Purwoharjo, jalan Sidoharjo – Girimarto, serta jalan Purwantoro – Bulukerto.

Sebelumnya, Pemerintah Desa (Pemdes) Manjung, Wonogiri Kota, mendesak perbaikan jalan antar-desa ke Mlokomanis Kulon dan Ngadirojo Lor, Ngadirojo, yang rusak sejak lama. Keberadaan jalur itu dinilai sangat penting guna menunjang kemajuan wilayah dan peningkatan ekonomi masyarakat.

Kades Manjung, Hartono, bahkan menyebutkan permohonan perbaikan pernah diajukan bersama dengan tiga desa lain, yaitu Purwosari, Ngadirojo Lor, dan Mlokomanis Kulon. Namun sejauh ini hal itu tak mendapat tanggapan. “Kerusakan jalan membuat warga Manjung yang hendak ke Ngadirojo atau sebaliknya harus memutar dengan rute yang lebih jauh hampir 10-an Km,” ujarnya.

try

Minggu, 02 Januari 2011

Pengunjung Pantai Nampu membeludak



Wonogiri(Espos)–Pengunjung Pantai Nampu di Kecamatan Paranggupito naik saat libur Tahun Baru, Sabtu (1/1). Momentum itu dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan desa dengan menaikkan tarif tiket masuk.

Ketua Panitia Hiburan Tahun Baru Pantai Nampu, Rinanto, menyebutkan angka kunjungan ke Pantai Nampu, akhir pekan lalu, mencapai lebih dari 2.500 orang. Jumlah itu mengalami kenaikan hingga sekitar 50% jika dibandingkan momen serupa tahun sebelumnya. Dia mengatakan penyelenggaraan acara hiburan menjadi salah satu pemicu meningkatnya kunjungan ke pantai setempat.

“Event seperti ini baru kali pertama di Pantai Nampu. Kami bersyukur ternyata mendapat sambutan antusias dari masyarakat. Terbukti jumlah kunjungan pada hari ini (Sabtu, 1/1-red) lebih banyak dibanding momen lain dan Lebaran sebelumnya,” ungkapnya ketika ditemui wartawan di sela-sela melayani pengunjung di pintu masuk objek wisata Pantai Nampu di Paranggupito.

Terpisah, beberapa pengunjung menyatakan momen Tahun Baru ini harga tiket masuk ke Pantai Nampu naik hingga empat kali lipat. Jika pada hari libur biasa setiap pengunjung hanya dipungut Rp 1.500 – Rp 2.000/orang, Sabtu lalu tiket masuk menjadi Rp 8.000/orang. Namun berbeda dengan hari biasa, Tahun Baru kemarin pengunjung mendapat hadiah untuk kegiatan promosi.

“Selain tiket masuk, pengunjung juga dikenai tiket masuk senilai Rp 2.000 per sepeda motor. Tapi untuk parkir hari biasa pun Rp 2.000. Jadi kalau sebelumnya Rp 4.000 sudah dengan tiket masuk, sekarang jadi Rp 10.000,” ujar salah seorang pengunjung dari Giriwoyo Wonogiri, Alex Wiyono, 20. Menurut Alex, meski lebih mahal, pengunjung Pantai Nampu tak bisa berbuat banyak.

Kepala Desa (Kades) Gunturharjo, Paranggupito, Suyadi, menyebutkan pengelolaan Pantai Nampu sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah desa (Pemdes). Namun untuk pendapatan dari objek wisata tersebut, dibagi lagi ke beberapa pihak. Mereka adalah pemilik lahan, panitia pengelola desa, dan karang taruna dukuh terdekat.

try

Musim hujan, produksi gula Parang susut 30%


Wonogiri (Espos)--Produksi gula merah atau gula jawa parang di Desa Gunturharjo Kecamatan Paranggupito merosot hingga sekitar 30% selama musim penghujan.

Tingginya curah hujan justru membuat sadapan nira kelapa menjadi berkurang.

Pengrajin gula parang di Dukuh Petir Desa Gunturharjo, Wawan, 27, menyebutkan dalam situasi normal dirinya bisa memroduksi sebanyak 12 –13 kilogram (Kg)/hari.

Namun saat berlangsungnya musim penghujan, kemampuan membuat gula jawa parang turun menjadi hanya sekitar delapan Kg.

“Logikanya kalau sedang musim hujan nira akan makin banyak. Tapi ini yang terjadi kebalikannya, hasil sadapan untuk bahan baku pembuatan gula justru turun. Akibatnya kapasitas produksi juga menyusut hingga sepertiganya,” ujarnya saat ditemui wartawan di desa setempat, akhir pekan lalu.

Wawan menjelaskan untuk bisa membuat gula merah delapan Kg, diperlukan nira kelapa sebanyak 30-an liter. Nira sejumlah itu diambilnya dari 11 pohon kelapa yang dimiliki.

Sedangkan saat musim kemarau, jelasnya, nira yang dihasilkan setiap pohon jauh lebih banyak dengan kualitas lebih baik.

Dia juga mengatakan sebagian besar warga di Dukuh Petir merupakan pengrajin gula merah yang dikenal dengan gula parang.

Dengan kendala cuaca, terangnya, kapasitas produksi pengrajin lain di dukuhnya juga mengalami penyusutan saat berlangsung musim hujan. Bahkan mungkin lebih besar.

“Dari warnanya saja sudah kelihatan bedanya antara nira saat kemarau dan saat musim penghujan. Ketika kemarau nira lebih pekat dengan warga seperti teh.

Sedangkan di musim hujan, nira lebih bening dan berwarna putih seperti susu. Kualitasnya jauh lebih bagus saat kemarau,” sambungnya.

Isteri Wawan, Sri Lestari, menambahkan gula parang dibuat tanpa campuran apa pun. Gula merah tersebut saat ini sudah dipasarkan sampai Solo, Semarang, Jakarta, dan juga daerah-daerah lain. Dari pengrajin, bahan baku aneka masakan itu senilai dijual Rp 7.000/Kg.
Namun dengan kemasan dan pada momen-momen tertentu, gula parang bisa dijual dengan harga sedikit lebih mahal.

“Banyak penduduk Petir membuat gula merah sejak lama. Selain bahan baku yang mudah didapat, prosesnya mudah dan hampir tidak memerlukan modal. Hanya kayu bakar dan cetakan saja untuk mengolah nira menjadi gula. Produk gula parang juga murni tanpa campuran,” paparnya.

try

sekilas pandang PARANGGUPITO

Paranggupito awalnya hanya sebuah kelurahan, seiring dengan perluasan wilayah kabupaten Wonogiri atau pemekaran wilayah maka Paranggupito dijadikan sebuah Kota kecamatan kecil yang memiliki 8 DESA meliputi :

1. DESA JOHUNUT

2. DESA KETOS

3. DESA SONGBLEDEG

4. DESA PARANGGUPITO

5. DESA SAMBIHARJO

6. DESA GUDANGHARJO

7. DESA GUNTURHARJO

8. DESA GENDAYAKAN

adapun batas wilayahnya bagian barat di kelurahan songbledeg berbatasan langsung dengan kelurahan songbanyu, rongkop gunungkidul, sebelah utara desa johunut berbatasan langsung dengan kec giritontro, wilayah timur desa gendayakan dan desa gunturharjo berbatasan dengan kec donorojo, dan kalak merupakan bagian kabupaten pacitan jawa timur. sebelah selatan berbatasan langsung dengan pantai selatan dimana kecamatan ini mempunyai 3 pantai yang telah dibuka untuk kunjungan wisata, ritual labuhan, dan rencana dermaga kecil. telah memiliki akses jalan dengan jalan aspal namun memang memiliki jalan berliku dan kurang lebar sehingga harus extra hati_hati. Daerah paranggupito memiliki masyarakat yang sebagian besar petani tadah hujan, memelihara ternak, dan sebagian mengembangkan industri rumah tangga gula jawa. juga telah memiliki fasilitas pendidikan dr setingkat taman kanak kanak sampai dengan SMA serta didukung dengan kelompok perkuliahan jarak jauh. fasilitas kesehatan sudah mendukung dengan satu puskesmas kecamatan 3 puskesmas pembatu, dan bidan desa. serta menjadi kecamatan rawan kekeringan, dengan kondisi alam pegunungan batu padas dan tanah yang tidak begitu subur. namun merupakan salah satu kecamatan penghasil budi daya pertanian berupa gaplek dan kayu jati.

wonogiri, kecamatan paranggupito, paranggupito, sambiharjo, gudangharjo, gunturharjo, gendayakan, johunut, ketos, songbledeg, kota kecamatan paranggupito, pantai nampu, pantai sembukan, pantai sanggrahan,wisata pantai wonogiri, gula jawa, gaplek, nasi thiwul, giribelah

KAOS " I LOVE PARANGGUPITO "

KAOS " I LOVE PARANGGUPITO "
yang menginginkan kaos dengan desain ini bisa pesan dengan harga 25.000 belum termasuk ongkos kirim, bagi yg berminat hub 085228691955

PARANGGUPITO MAP

PARANGGUPITO MAP


peta" PARANGGUPITO "

peta" PARANGGUPITO "